Banda Aceh, Jaringanberitaaceh.com – Pengurus Palang Merah Indonesia (PMI) Provinsi Aceh membekukan kepengurusan PMI Kota Banda Aceh periode 2021-2026 pada Senin, 27 Juli 2022, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Nomor: 026/KEP/PMI/VI/2022 tentang Pembekuan Pengurus PMI Kota Banda Aceh dan Penunjukkan Pelaksana Tugas PMI Kota Banda Aceh Tahun 2022 yang ditandatangani Ketua PMI Aceh, Murdani Yusuf.
Menaggapi hal itu, Pengurus Korps Sukarela (KSR) Unit Markas PMI Kota Banda Aceh, Awalin Ridha SPd menilai kebijakan pembekuan ini terkesan terburu-buru.
“Seperti ada sesuatu yang lain, atau mungkin ada sesuatu yang sengaja disembunyikan,” kata Awalin yang juga mantan pengurus HMI Cabang Kota Banda Aceh, di Banda Aceh, Kamis, 30 Juli 2022.
Anehnya, kata dia, pernah ada perkataan di salah satu media bahwa tidak ada pembekuan. Namun, tiba-tiba muncul surat pembekuan seluruh pengurus PMI Kota Banda Aceh. Padalah, selama ini PMI Kota Banda Aceh sangat aktif melakukan kegiatan donor darah secara masif.
“Saya rasa ini seperti ada kepentingan pribadi, sehingga kebijakan itu dilogis-logiskan. Padahal, relawan PMI Banda Aceh bukan orang sembarangan, mereka sudah banyak berkiprah baik secara nasional maupun internasional dengan beragam profesi, serta aktif di berbagai lembaga. Sesuatu yang bertentangan itu akan kontradiksi dengan hati nurani. Jadi, jelas perkataan dan perbuatan itu tidak akan sinkron jika yang dilakukan itu salah,” ungkap Awalin.
Karena itu, Awalin menyimpulkan bahwa kebijakan PMI Aceh tidak memperhatikan atau memetakan lebih jauh terhadap efek pembekuan yang dilakukan. Sementara para relawan PMI se-Kota Banda Aceh sudah menyatukan suara dan menyatakan sikap menolak pembekuan pengurus serta meminta Ketua Umum PMI Pusat, Jusuf Kalla untuk meninjau kembali persetujuan pembekuan tersebut.
“Artinya ini ada ketidakadilan dan kejanggalan pembekuan yang dilakukan. Kemungkinan, kepercayaan relawan kepada pengurus PMI Aceh saat ini mulai pudar,” ungkap Mantan Pengurus BEM FKIP Universitas Syiah Kuala (USK) itu.
Lebih lanjut, Awalin mengatakan, kisruh PMI Kota Banda Aceh ini akan terus berepisode atau bisa jadi akan timbul sesi satu, dua dan seterusnya, tapi tidak tahu bagaimana endingnya, sampai kepuasan itu terpenuhi secara maksimal.
“Kisruh ini semakin melebar bahkan sampai ke personal. Apalagi mereka yang berada di satu partai bisa ribut di lembaga yang sama (PMI),” ujarnya.
Tentu saja, kata dia, yang menjadi korban dalam kisruh ini adalah relawan, para staf dan masyarakat, karena masalah ini akan menganggu manajemen palayanan saat ini sedang berjalan.
“Tidak mungkin tidak ada imbasnya. Kemungkinan terburuk, semua kegiatan yang berjalan di PMI kota Banda Aceh akan terseok-seok bahkan akan terperosok lebih jauh. Jadi kita harus jeli, apalagi mungkin ada orang-orang yang mencoba mengambil kesempatan dan manfaat dari kisruh PMI kota Banda Aceh ini. ” terang Awalin.
Terakhir, jika dilihat lebih jauh lagi, ini seperti perang total. Diprediksikan akan ada perombakan besar-besaran di PMI kota Banda Aceh. Padahal, PMI itu bukan partai tapi lembaga kemanusiaan. Namun, kebijakan yang terjadi saat ini mirip seperti kisruh di partai politik, sehingga marwah PMI perlahan akan hilang.
“Mudah-mudahan ini bukan masalah “dapur”. Kalau pun iya, maka sangat miris sekali,” pungkas Awalin. [*]