Menyelaraskan Fiskal dan Etika Publik: Evaluasi Kebijakan Pelat Nomor di Perbatasan

Oleh: Said Jufri, warga Kajhu, Kabupaten Aceh Besar

Langkah Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution yang menerapkan kebijakan pemeriksaan dan penertiban kendaraan berpelat Aceh (BL) di wilayah Langkat telah memicu perdebatan publik dan reaksi beragam di masyarakat. Kebijakan ini bertujuan meningkatkan penerimaan pajak kendaraan bermotor (PKB) di Sumut, namun implementasinya yang mendadak dan tanpa sosialisasi yang memadai telah menimbulkan keresahan sosial.

Upaya Bobby untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sumut patut diapresiasi, terutama di tengah tekanan fiskal daerah akibat kebijakan efisiensi dan alokasi dana dari pemerintah pusat. Tetapi implementasi kebijakan fiskal harus selalu dibingkai dalam kerangka kearifan lokal, etika publik, dan kohesivitas sosial. Jika dilakukan secara tergesa-gesa dan tanpa didukung kajian yang komprehensif, langkah tersebut berpotensi menimbulkan dampak negatif yang jauh lebih besar.

Kita bisa mengambil pelajaran dari kasus-kasus kebijakan fiskal yang tidak terukur. Contohnya, kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 200 persen di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang memicu gelombang protes besar-besaran. Hal ini menunjukkan bahwa semangat inovasi harus selalu didampingi oleh kajian dampak sosial dan kematangan implementasi.

Perlu dipahami, isu pajak kendaraan lintas batas ini memiliki dimensi yang kompleks, khususnya antara Aceh dan Sumut, mengingat kedekatan historis dan mobilitas tinggi masyarakatnya. Oleh karena itu, kebijakan yang mendorong warga atau pengusaha untuk membayar pajak kendaraan di provinsi tempat mereka berdomisili adalah hal yang sangat wajar dan mendesak.

Untuk mencapai tujuan fiskal tanpa mengorbankan kohesivitas sosial, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Aceh perlu mengambil pendekatan kolaboratif dan edukatif. Pertama, hentikan sementara razia yang memicu keresahan dan ganti dengan kampanye sosialisasi yang masif dan periodik. Kedua, harmonisasikan prosedur mutasi pelat nomor antara kedua provinsi. Ketiga, buat pernyataan bersama (joint statement) yang menegaskan bahwa kebijakan ini adalah langkah bersama untuk penguatan fiskal daerah, bukan diskriminasi.

Dengan pendekatan yang lebih matang, sistematis, dan kolaboratif, tujuan optimalisasi PAD dapat tercapai tanpa harus menciptakan jurang pemisah di antara masyarakat perbatasan. Pelepasan fiskal adalah hak setiap daerah, namun etika publik dan kohesivitas regional adalah tanggung jawab moral bersama.

BERITA MINGGUAN

TERBARU

BERITA TERHANGAT

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

BERITA TERKAIT