Manajemen Main Tunggal – Misi BPKS jadi Gagal

Sabang – Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) memasuki usia 25 tahun sejak berdiri pada tahun 2000. Namun, kontribusi lembaga ini bagi pembangunan Aceh dan Indonesia masih menuai sorotan.

Sejak 2003 hingga 2024, pemerintah telah mengucurkan investasi senilai Rp4,83 triliun. Sayangnya, penerimaan negara yang dihasilkan BPKS melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hanya mencapai Rp48,71 miliar sepanjang 2016–2024. Angka ini setara dengan 1,01 persen dari total investasi, jauh di bawah kawasan strategis lain seperti Batam.

Minimnya capaian tersebut diperparah dengan pagu anggaran yang terbatas. Pada 2025, BPKS hanya menerima Rp27 miliar, sementara tahun 2026 diproyeksikan sebesar Rp36,4 miliar. Kondisi ini dianggap tidak cukup menopang ekspansi kegiatan maupun pembangunan infrastruktur kawasan.

Sejumlah hambatan struktural menjadi perhatian, di antaranya kewenangan perizinan yang belum sepenuhnya dilimpahkan, ketidakharmonisan regulasi antara UU Nomor 37/2000, UU Nomor 11/2005, dan UU Cipta Kerja, hingga keterbatasan insentif fiskal dan dukungan investasi.

Di sisi lain, dinamika internal BPKS dinilai turut memperburuk keadaan. Praktik bongkar pasang pejabat yang terlalu sering membuat konsolidasi manajemen sulit tercapai. Pasca pencopotan Wakil Kepala BPKS Abdul Manan pada 4 Agustus 2025, muncul isu adanya upaya mengembalikan dirinya ke jajaran manajemen melalui rekomposisi struktur.

Pengamat menilai politicking di tubuh BPKS telah meruntuhkan kepercayaan pemerintah pusat dan masyarakat. “Kalau tata kelola ini tidak segera dibenahi, BPKS hanya akan jalan di tempat,” tegas salah satu sumber.

Sejumlah tokoh dan warga Sabang pun menyerukan agar lembaga strategis ini segera diselamatkan. Mereka menekankan pentingnya manajemen yang bekerja dengan integritas dan berpihak pada kepentingan rakyat, bukan segelintir elit.

BERITA MINGGUAN

TERBARU

BERITA TERHANGAT

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

BERITA TERKAIT