Banda Aceh, JBA – Kepala Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Kota Banda Aceh, H. Salman Arifin, M.Pd, menyerukan pentingnya peran negara dan masyarakat untuk mengatasi persoalan budaya merokok, khususnya di kalangan generasi muda. Hal ini disampaikannya dalam kegiatan “Sosialisasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan Pembinaan Aktor Penyuluh Agama Islam Antirokok” yang digelar Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam (FKPAI) Aceh bekerjasama dengan The Aceh Institute, di Pusat Layanan Haji dan Umrah Terpadu (PLUT) Kota Banda Aceh, Selasa, 20 November 2024.
H Salman menegaskan bahwa masalah merokok bukan semata-mata soal kemampuan finansial, tetapi juga kurangnya kampanye efektif di lingkungan pemerintahan, instansi, maupun lembaga terkait.
“Mengapa di instansi-instansi tidak ada kampanye antirokok? Padahal ini sangat penting untuk memberikan contoh baik,” ujarnya saat membuka kegiatan sosialisasi.
Ia juga menyoroti kebiasaan buruk masyarakat dalam menyediakan rokok pada acara-acara seperti pesta perkawinan, yang tanpa disadari dapat mendorong anak-anak untuk mencoba merokok.
“Budaya ini perlu dihentikan. Sebagai orang tua dan masyarakat, kita harus lebih peduli dan mengontrol kebiasaan ini agar generasi muda tidak terjerumus,” tambahnya dalam acara yang isi materi oleh Ketua Moderasi Beragama FKPAI Aceh, H Dzulhijmi SHI, MH dan Ketua Umum Inspirasi Keluarga Anti Narkoba (IKAN), Syahrul Maulidi SE MSi.
H Salman menyampaikan dukungan penuh terhadap FKPAI Aceh untuk menjadi agen perubahan dalam isu rokok.
“Penyuluh Agama Islam harus cerdas dalam menyikapi persoalan merokok di masyarakat. FKPAI Aceh harus mengambil peran strategis untuk menyebarluaskan kesadaran tentang bahaya rokok ke seluruh kabupaten/kota di Aceh,” tegasnya.
Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Provinsi Aceh itu mengingatkan bahaya kesehatan yang ditimbulkan rokok.
“Ada lebih dari empat ribu zat berbahaya yang terkandung dalam rokok. Ini ancaman serius, terutama bagi mereka yang belum terpapar. Untuk yang belum merokok, jangan pernah mencobanya,” kata H Salman.
Kegiatan sosialisasi ini diharapkan mampu mendorong terciptanya kawasan tanpa rokok di berbagai wilayah di Aceh. Dengan dukungan penyuluh agama Islam sebagai ujung tombak, H Salman optimis upaya ini dapat menciptakan generasi yang lebih sehat dan bebas dari bahaya rokok.
Melalui kolaborasi ini, FKPAI Aceh diharapkan dapat menjadi motor penggerak untuk mengubah kebiasaan masyarakat terhadap budaya merokok, sekaligus mendukung generasi muda agar terhindar dari dampak buruk rokok.
Direktur The Aceh Institute, Muazzinah Yacob MAP mengatakan pihaknya telah melakukan advokasi kawasan tanpa rokok (KTR) sejak 2019. Sejak itu pula, sudah ada Peraturan Bupati/Peraturan Wali Kota (Perbub/Perwal) tentang KTR seperti di Kota Lhokseuamwe, Kabupaten Pidie Jaya, dan Aceh Tamiang.
“Alhamdulillah, di Aceh, sekarang 23 kabupaten/kota punya regulasi KTR. Namun yang paling kencang implementasinya Kota Banda Aceh dan Aceh Tengah,” jelasnya dalam sambutan pembukaan.
Muazzinah Yacob menegaskan KTR menjadi dinamika seluruh dunia, itu sebab fokus The Aceh Institute pada pengawasan atau mengajak masyarakat menghindari penyakit paru yang saat ini terus mendapat perhatian dunia, faktor merokok. Dalam konteks Indonesia, laju perokok anak sangat tinggi. Indonesia sedang darurat kesehatan mental anak, plus dengan perokok.
“Wajar jika selalu ada isu remaja bunuh diri karena kesehatan mental terganggu. Inilah konsen kami. The Aceh Institute akan terus melakukan advokasi KTR untuk menghindari penyakit dan menjaga hak orang lain di ruang publik,” ucapnya.
Muazzinah Yacob menambahkan bahwa Aceh menjadi peringkat 15 laju perokok anak. Hasil penelitian pihaknya, hampir 50 persen perokok adalah remaja setingkat SMA. Maka fokus sosialisasinya pada anak SMA, sesuai amanat undang-undang kesehatan dan qanun KTR yang menekankan pencegahan perokok pemula.
“Inilah alasan The Aceh Institute selalu ingin menggandeng banyak orang untuk kampanye KTR. Alasannya, memang perlu banyak orang untuk hal ini, karena pihaknya sering menghadapi tantangan dan buli dari masyarakat.
Ia mengingatkan bahwa The Aceh Institute tidak melarang perokok, tapi perlu dipahami bahwa merokok itu ada kawasannya. Di kawasan bebas rokok, jangankan merokok, iklan saja tidak boleh.