Banda Aceh, JBA – Aceh merupakan provinsi yang terletak di ujung barat pulau Sumatera. Bukan hanya terkenal dengan keindahan alamnya, tetapi daerah berjuluk tanah rencong ini juga masyhur dengan ragam budaya dan kuliner yang menggugah selera. Salah satunya makanan khas asal Kabupaten Aceh Besar, Ie Bu Peudah.
Kuliner ini menjadi produk unggulan yang dipamerkan di anjungan Aceh Besar pada Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8 di Taman Sulthanah Safiatuddin Banda Aceh.
Apa yang menjadi daya tarik sehingga ie bu peudah menjadi produk unggulan dari daerah yang sering dilakap Aceh Rayeuk itu?
Ie bu peudah merupakan jenis makanan menyerupai bubur nasi dengan tekstur lembut. Rasanya bercampur sedikit pedas, manis, asin serta memiliki aroma yang menggugah selera. Rasa dan aroma tersebut berasal dari beberapa jenis rempah.
Biasanya ie bu peudah kerap dijumpai saat bulan puasa. Kuliner ini menjadi salah satu menu takjil wajib bagi masyarakat Aceh dan Aceh Besar khususnya.
Banyak masyarakat meyakini bahwa ie bu peudah dapat meningkatkan stamina yang berkhasiat bagi tubuh, setelah terkuras berpuasa seharian.
Teuku Raden Sulaiman, seorang panitia di anjungan PKA-8 Aceh Besar, menjelaskan ie bu peudah memiliki filosofi dan sejarah panjang bagi masyarakat setempat. Konon, katanya kuliner tersebut telah ada sejak masa kerajaan Aceh dulu untuk hidangan tamu kerajaan sebagai tanda penghormatan.
“Hingga kini masyarakat Aceh Besar masih mempertahankan ie bu peudah,” katanya, Minggu 5 November 2023.
Pria yang akrab disapa Ampon Man itu menuturkan, filosofi dari ie bu peudah adalah sebagai wadah silaturahmi dalam merajut kebersamaan masyarakat. Sebab, untuk memasak ie bu peudah masyarakat Aceh Besar biasanya berkumpul dan memasak secara bersama-sama. Momen ini dianggap sebagai perekat tali persaudaraan.
“Filosofinya sebagai sarana untuk merajut persaudaraan dan kebersamaan di tengah-tengah masyarakat dan ini memang merupakan budaya kita masyarakat Aceh,” ungkap Ampon Man.
Dia menjelaskan ie bu peudah terdiri dari olahan 44 macam jenis dedaunan yang diperoleh dari hutan. Dimasak dengan campuran lada, kunyit, lengkuas, dan bawang putih. Adonan rempah itu kemudian dicampur dengan beras dan kelapa yang telah diparut.
“Ie bu peudah memang ciri khasnya ada rasa pedas karena disitu terdapat cabai dan lada sehingga rempah yang digunakan sebagai bumbu itu memang terasa sedikit pedas. Karena itu, kemudian makanan ini disebut ie bu peudah atau air nasi pedas,” jelasnya.
Sekilas, rasa ie bu peudah hampir sama seperti bubur kanji rumbi atau bubur ayam. Tapi sajian kuliner ini punya rasa khas tersendiri dari rempah yang mencuatkan rasa pedas.
Ramuan dedaunan yang bercampur jahe, kunyit dan lada itu dapat membuat orang yang mencicipinya segar dan bertenaga. Jika sedang masuk angin, ie bu peudah bisa dicoba sebagai penawar obat.
“Masyarakat kita di sini percaya ie bu peudah bisa membuat badan terasa hangat,” ungkapnya.
Adapun 44 rempah yang dicampur dalam masakan ie bu peudah di antaranya; lada, kunyit, serai, daun jeruk, daun kunyit, beras, jagung, kacang hijau, daun salam, daun saga dan berbagai dedaunan lainya.
Namun, bahan rempah yang wajib ada saat memasak ie bu peudah ada empat macam dedaunan; yaitu daun Tahe Peuha, Nekuet, Teumpheung dan daun Saga. Empat macam daun ini sangat spesial karena tergolong sulit ditemukan. Maka dari itu kuliner ie bu peudah menjadi kuliner tradisional yang sangat khas.
Untuk meracik ie bu peudah cukup mudah karena konsep memasaknya hampir sama seperti memasak bubur. Selain itu rempah yang dicampur dalam ie bu peudah juga masih mudah ditemukan di pasar-pasar tradisional. Hanya saja, ada beberapa dedaunan yang harus dicari di hutan.
“Sekarang bahkan di sentra-sentra UMKM telah dijual bumbu dasar ie bu peudah, masyarakat tinggal memasaknya saja. Bumbu dasar itu juga kita pamerkan dan kita jual di anjungan PKA ini,” kata Ampon Man.
“Sementara dari segi pemasaran ie bu peudah siap saji masih sangat tradisional. Kalau ada yang jual paling nyak-nyak (ibu-ibu) di pasar tradisional, dan itu pun tidak setiap hari,” sambungnya.
Ampon Man mengungkapkan pada 2022 lalu kuliner khas Aceh Besar ie bu peudah ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Indonesia sebagai karya budaya yang diusulkan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Besar.
“Dengan ditetapkan sebagai warisan budaya ini, kita berharap masyarakat Aceh Besar kembali menggalakkan kuliner-kuliner khas tradisional agar dikenal oleh masyarakat luar,” harap Ampon Man.