Penguatan Implementasi Kampung Moderasi Beragama di Sakti

Sigli, JBA – Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Kabupaten Pidie mengadakan even Implementasi Berbasis Lokasi Kampung Moderasi Beragama (KMB) di Kantor Camat Sakti, Desa Pasar Kota Bakti, Pidie, Selasa, 7 Oktober 2025. Kegiatan ini dihadiri tokoh agama, tokoh masyarakat, penyuluh agama, serta perangkat gampong dan kecamatan.

Kepala Kankemenag Pidie, Samhudi SSi menyampaikan kisah Addas menjadi contoh nyata dari praktik moderasi beragama.

“Ketika Rasulullah diusir dari Thaif dan bertemu Addas, seorang budak Nasrani, terjadi dialog yang penuh rasa hormat hingga Addas beriman karena ketulusan dan pengetahuan nabi. Ini bukti penghormatan terhadap perbedaan dapat membuka jalan hidayah dan memperkuat toleransi antarumat beragama,” ungkapnya dalam sambutan.

Pemateri, Dr. Abdullah AR, M.Ag menekankan pentingnya moderasi dalam kehidupan individu dan sosial. Tokoh agama dan masyarakat harus menjadi agen kerukunan di tengah kehidupan sosial-budaya masyarakat.

“Moderasi dimulai dari kerukunan internal diri hingga ke eksternal. Kita semua perlu peka terhadap potensi konflik sejak dini agar tidak berkembang menjadi perpecahan,” jelasnya.

Abdullah menambahkan kerukunan antarumat beragama adalah pondasi persatuan bangsa.

“Kedamaian dan keharmonisan sosial menjadi dasar pembangunan yang berkelanjutan. Nilai-nilai toleransi dan gotong royong merupakan kekayaan bangsa yang perlu terus dijaga,” tegasnya dalam pemaparan.

Kepala Badan Kesbangpol Kabupaten Pidie, Teuku Iqbal menjelaskan elemen kunci membangun kerukunan meliputi tasamuh (toleransi), ukhuwah (persaudaraan), musawah (kesetaraan), dan wasathiyah (sikap moderat).

“Ciri-ciri gampong kerukunan antara lain semangat gotong royong, kebebasan beribadah, serta rasa aman dalam membangun hubungan sosial dan ekonomi,” paparnya dengan tema Gampong Sadar Kerukunan.

Teuku Iqbal memperkenalkan konsep Pray, Attitude, Knowledge, Skill, dan Action (PAKSA) sebagai formula pembentukan karakter positif dalam masyarakat. Ia menegaskan faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, RAS, batas wilayah, serta kesenjangan sumber daya alam sebagaimana disebut dalam UU Nomor 7 Tahun 2012 menjadi potensi konflik yang harus diantisipasi melalui pendekatan moderasi beragama.

BERITA MINGGUAN

TERBARU

BERITA TERHANGAT

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

BERITA TERKAIT