Oleh: Dr. Muhammad Syarif, S.Pd.I, MA
Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh
Masa-masa kampanye jelang perhelatan Pemilu 14 Februari 2024, pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden serta para calon anggota legislatif (caleg) berikut tim suksesnya dengan dukungan partai politik (parpol) sebagian mereka memasang iklan politik serta atribut parpol dengan sesuka hatinya. Mereka memprivatisasi seluruh ruang publik, jalan raya berikut ruas jalan simpangannya yang dianggap strategis untuk memasang atribut kampanye.
Iklan politik tersebut divisualkan dalam wujud media iklan, berupa spanduk, umbul-umbul, poster, stiker, baliho, billboard, dan bendera parpol, yang dilakukan di ruang publik tanpa mengindahkan etika dan estetika kampanye yang telah disepakati. Padahal kesadaran bersama untuk mengatur penempatan iklan politik tersebut sejatinya didasarkan pada aturan perundang-undangan yang ada.
Secara normatif, Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 2017 menentukan beberapa metode kampanye sebagaimana diatur dalam pasal 275, meliputi; (a) pertemuan terbatas, (b) pertemuan tatap muka, (c) penyebaran bahan kampanye pemilu kepada umum, (d) pemasangan alat peraga kampanye di tempat umum. (e) media sosial, (f) iklan media cetak, media massa elektronik, dan internet, (g) rapat umum, (h) debat pasangan calon tentang materi kampanye pasangan calon, (i) kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye pemilu dan ketentuan perundang-undangan.
Aturan tersebut mesti dijalankan secara bersama-sama demi mewujudkan kampanye secara bertanggung jawab. Ketika menempatkan iklan politik dengan tertib, indah, dan nyaman dipandang mata, tentu akan menciptakan etika dan estetika kampanye pemilu yang indah, komunikatif serta akan mampu menarik simpati rakyar sebagai pemilih.
Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 pada ketentuan pasal 298 ayat (2), diuraikan bahwa pemasangan alat peraga kampanye pemilu oleh pelaksana kampanye pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan etika, estetika, dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Aturan tersebut menghendaki faktor kebersihan, estetika dan keindahan, bahkan kebersihan lingkungan juga diperhatikan dalam pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK) Peserta Pemilu.
Unsur etika dan estika itu terwujud melalui larangan pemasangan APK dengan cara dipaku di pohon, jarak lokasi pemasangan dari tempat-tempat yang dilarang, seperti pagar atau sekitaran tempat ibadah, rumah sakit, tempat pendidikan, gedung pemerintah, jalan protokol, jalan bebas hambatan, sarpras publik, dan taman.
Peserta pemilu atau siapapun yang ditunjuk oleh peserta pemilu semestinya menyadari pentingnya mempertimbangkan unsur etika dan estetika dalam pemasangan APK, karena sesungguhnya kampanye merupakan bagian dari pendidikan politik khususnya terhadap masyarakat dan harus dilaksanakan secara bertanggung jawab.
Sejatinya pemasangan APK menjadi salah satu metode kampanye yang memberikan nilai edukasi dan rakyat selaku pemilih juga perlu mempertimbangkan pilihannya terkait unsur etika dan estika dalam menilai perilaku kontestan pemilu.
Akhirnya, kita mengucapkan selamat berkampanye pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden serta para calon anggota legislatif dalam tingkatan dan dapilnya masing-masing. Rebutlah hati rakyat dengan memasang alat peraga kampanye dengan mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan setempat, memberikan nilai edukasi atau kreativitas, serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.