Perjalanan Dua Dekade Pasca Tsunami Bersama Umi BUDI Lamno

Oleh Mustafa Woyla

(Refleksi Haul Abu BUDI ke-28)

Pada 26 Desember 2004, dunia menyaksikan salah satu bencana alam paling dahsyat dalam sejarah modern. Gempa bumi berkekuatan 9,1 skala Richter mengguncang dasar Samudra Hindia, memicu gelombang tsunami yang menelan ratusan ribu jiwa di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Aceh menjadi salah satu wilayah yang paling parah terdampak. Kini, setelah 20 tahun berlalu, kenangan akan bencana tersebut masih hidup di hati banyak orang, termasuk Hj. Sunainiah binti Tgk. Ahmad, yang lebih akrab dikenal sebagai Umi Budi.

Kenangan masa lalu di kompleks Putri BUDI

Umi Budi adalah istri dari Abu Ibrahim Ishaq, seorang tokoh ulama terkemuka di Aceh. Sebelum tsunami melanda hingga sekarang, Umi Budi banyak menghabiskan waktu di komplek Putri BUDI, saya Mustafa Woyla, salah seorang alumni BUDI, mengenang masa-masa itu dengan nostalgia.

“Dulu, sering ke mis BUDI karena ada adik perempuan saya, Jamilah, yang juga santriwati di sana. Selain itu, ada misi khusus, seperti yang dituduhan dagelan teman-teman seangkatan. Hahaha. Tipu itu murni tuduhan dan dagalen,” kelakarnya.

Gelombang tsunami merenggut banyak nyawa, termasuk Jamilah dan ratusan santriwati lainnya yang syahid dalam bencana tersebut. Di tengah kepanikan dan kekacauan, Umi Budi mengalami nasib yang berbeda. Qadarullah (takdir Allah), ia terseret oleh gelombang besar dan terhanyut hingga arus dahsyat itu membawanya ke pinggir musala putri. Di sana, Mustafa Woyla dan Tgk Samsul Sigli memberikan kain panjang yang telah disambung-sambung untuk menolong Umi Budi naik ke atap musala. Bersama kami, ada Aba Asnawi Ramli, meskipun, istri Aba Asnawi tidak selamat dan syahid dalam gelombang tsunami tersebut.

Memori dua dekade silam

Meskipun bencana telah berlalu dua dekade lalu, kenangan kejadian tersebut tetap membekas dalam ingatan banyak orang. Umi Budi tersenyum hangat ketika bertemu dengan para alumni BUDI. Dalam pertemuan tersebut, saya menyapa dengan bahasa dan dialek khas Lamno yang penuh keakraban. Dan umi senang sekali melihat para alumni BUDI yang sudah menjadi orang sukses dalam berbagai peran di masyarakat luas. Hal itu sempat terekam oleh fotografer Panitia Haul Abu BUDI.

Kebersamaan ini menjadi momen yang mengharukan sekaligus menggembirakan. Ketika bertemu dengan Umi Budi, ada rasa hangat dan keakraban yang selalu terasa.

Harapan dan doa untuk masa depan

Perjalanan Umi Budi dan para santri BUDI adalah cermin dari keteguhan hati dan ketabahan dalam menghadapi cobaan hidup. Meskipun tsunami telah membawa duka mendalam, semangat untuk bangkit dan berkontribusi bagi masyarakat tetap menyala. Kenangan mereka yang telah syahid menjadi pengingat pentingnya bersyukur dan berbuat baik dalam kehidupan sehari-hari.

“Setiap kali mengenang peristiwa itu, saya merasa bahwa Allah memberikan kita kesempatan kedua untuk berbuat lebih baik,” ujarnya.

20 tahun setelah bencana tsunami Aceh, kenangan dan harapan masih hidup di hati banyak orang. Umi Budi dan para alumni BUDI adalah bukti nyata bahwa dari tragedi yang begitu besar, dapat lahir semangat dan keteguhan untuk membangun masa depan yang lebih baik. Dalam setiap langkah, doa dan kenangan mereka yang telah pergi selalu menyertai, memberikan kekuatan dan inspirasi untuk terus maju.

*Penulis adalah alumni angkatan 2002 dan Peraih Anugerah BUDI 1446 Hijriyyah

BERITA MINGGUAN

TERBARU

BERITA TERHANGAT

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

BERITA TERKAIT