Walhi Aceh dan Yayasan HakA Susun Policy Brief Dukung Reintegrasi di Aceh

Banda Aceh, jaringanberitaaceh.com- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh, Yayasan HakA, dan sejumlah organisasi masyarakat sipil menata ulang policy brief sebagai bentuk dukungan dan respon positif untuk membantu Pemerintah Aceh, mempercepat agenda reintegrasi mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), tahanan politik/narapidana politik (Tapol/Napol), dan korban konflik, sesuai dengan mandat yang tercantum dalam MoU Helsinki.

Tujuan utama dari penyusunan policy brief ini adalah untuk memperlancar proses reintegrasi mantan kombatan GAM, Tapol/Napol, dan korban konflik, serta mempercepat pemenuhan amanat MoU Helsinki terkait pembagian alokasi tanah pertanian yang tepat sasaran, baik dari segi objek maupun subjek.

Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Ahmad Shalihin, memaparkan bahwa ada empat kabupaten di Aceh yang telah mengajukan permohonan perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi lahan pertanian bagi mantan kombatan GAM, Tapol/Napol, dan masyarakat korban konflik. Keempat kabupaten tersebut adalah Kabupaten Aceh Timur dengan luas 22.695 hektar, Pidie Jaya 4.867 hektar, Gayo Lues, dan Aceh Selatan 47.238 hektar.

Lanjut, ia juga menekankan bahwa alokasi tanah pertanian bukanlah satu-satunya solusi yang harus dibagi merata kepada sekitar 30 ribu mantan kombatan GAM, Tapol/Napol, dan 120 ribu korban konflik di Aceh.

Berdasarkan data yang diverifikasi oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh melalui mekanisme pengungkapan kebenaran, terdapat sekitar 5 ribu korban yang tersebar di wilayah Provinsi Aceh.

“Mengingat latar belakang mereka yang beragam, tidak semua berasal dari kalangan petani. Untuk mereka yang bukan berlatar belakang pertanian, proses reintegrasi dapat dilakukan melalui penyediaan lapangan kerja alternatif atau jaminan sosial”, tutur Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Ahmad Shalihin, Banda Aceh, Jumat, 13 September 2024.

Kemudian ia juga mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan opsi-opsi yang lebih berkelanjutan, seperti pengembangan pertanian berbasis agroforestri, peningkatan kapasitas penerima lahan dalam teknik pertanian yang ramah lingkungan, dan penerapan praktik dalam pengelolaan lahan yang baik untuk menghindari kerusakan lingkungan.

Kebijakan alokasi lahan pertanian bagi mantan kombatan, Tapol/Napol, dan korban konflik di Aceh merupakan bagian dari komitmen perdamaian setelah Perjanjian Helsinki 2005. Namun, implementasinya perlu ditata dengan baik agar tidak menimbulkan masalah baru di lapangan, baik dari segi sosial maupun lingkungan.

“Dengan adanya policy brief ini, diharapkan Pemerintah Aceh dapat segera mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mewujudkan perdamaian yang berkelanjutan dan memenuhi hak-hak masyarakat sesuai amanat MoU Helsinki”, tutup Shalihin.

BERITA MINGGUAN

TERBARU

BERITA TERHANGAT

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

BERITA TERKAIT