Banda Aceh, JBA – PT Pembangunan Aceh (PEMA) bersama Aceh Skol Mining Energi (ASME) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Menciptakan Jaminan Investasi di Sektor Pertambangan dan Migas untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Aceh yang Berkelanjutan”. Diskusi ini berlangsung di Kryad Hotel, Banda Aceh, dengan menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Dinas ESDM Aceh, Biro Hukum Pemerintah Aceh, BPMA, akademisi, mahasiswa, serta perwakilan dari sektor usaha seperti PT Semen Andalas, PGE, Long Setia Mining, dan Bank Indonesia. Rabu 19 Februari 2025
Direktur Utama PEMA, Faisal Saifuddin, dalam diskusi tersebut menegaskan bahwa regulasi di Aceh saat ini semakin jelas dalam mendukung investasi di sektor minerba dan migas. Hal ini didasarkan pada UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh serta PP Nomor 23 Tahun 2015 yang mengatur pengelolaan sumber daya minyak dan gas bumi di Aceh secara bersama dengan pemerintah pusat.
Selain itu, Faisal juga menyampaikan Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2015 tentang Mineral dan Batubara yang memberikan kepastian hukum bagi investor untuk menanamkan modalnya di Aceh. Dengan adanya regulasi yang kuat, diharapkan investasi di sektor migas dan pertambangan dapat berjalan lebih efektif dan berkontribusi pada peningkatan ekonomi daerah.
BPMA dalam diskusi ini juga sepakat untuk bekerja lebih efektif dalam mendorong investasi minerba di Aceh. Dengan tata kelola yang lebih baik, sektor ini diharapkan bisa membuka peluang kerja bagi masyarakat dan memberikan dampak positif terhadap pendapatan asli daerah (PAD).
Kepala Bidang Migas dan Energi Dinas ESDM Aceh, Dian Budi Dharma, ST, MT, menyampaikan bahwa pemerintah Aceh berupaya meyakinkan pemerintah pusat agar menjadikan Aceh sebagai pusat hilirisasi migas nasional. Saat ini, Harbour Energy dan ExxonMobil sedang melakukan eksplorasi di Blok Andaman. Jika berjalan sesuai rencana, industri hilirisasi migas di Aceh akan berkembang pesat, dengan berdirinya pabrik petrokimia yang dapat menyerap tenaga kerja lokal secara besar-besaran.
Lebih lanjut, Faisal Saifuddin menegaskan bahwa PEMA harus menjadi pionir dalam bisnis migas dan pertambangan di Aceh. Kolaborasi dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) serta perusahaan pertambangan lainnya sangat penting untuk menciptakan atmosfer investasi yang kondusif, sekaligus membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat Aceh.
Saat ini, PEMA juga tengah memperjuangkan pengelolaan Blok South A yang sebelumnya dikelola oleh Renco Elang Energi sebelum akhirnya dikembalikan ke pemerintah. Berdasarkan PP 23 Tahun 2015 Pasal 39, wilayah kerja yang dikembalikan oleh kontraktor dapat ditawarkan terlebih dahulu kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Dengan dasar regulasi ini, PEMA telah mengajukan permohonan kepada Gubernur Aceh dan Menteri ESDM untuk mendapatkan hak pengelolaan blok tersebut.
Menurut Faisal, jika PEMA diberikan kewenangan untuk mengelola Blok South A, maka Aceh akan mendapatkan manfaat besar dari sisi pendapatan daerah serta penyediaan lapangan kerja bagi tenaga lokal. “Kami berharap pemerintah pusat menyetujui pengelolaan ini agar PEMA bisa lebih efektif dalam memberikan manfaat bagi masyarakat Aceh,” ujarnya.
Selain membahas investasi, FGD ini juga menghasilkan berbagai rekomendasi strategis yang akan disampaikan kepada Panitia Khusus (Pansus) DPRA tentang pertambangan dan migas. Rekomendasi ini bertujuan agar regulasi di Aceh dapat semakin berpihak kepada investasi yang berkelanjutan serta mendukung pertumbuhan ekonomi daerah.
Dengan adanya forum seperti ini, para pelaku industri, akademisi, dan pemerintah dapat berdiskusi serta mencari solusi terbaik untuk menghadapi tantangan dalam sektor migas dan pertambangan di Aceh. Kesimpulan dari FGD ini diharapkan bisa menjadi pijakan dalam merumuskan kebijakan yang lebih pro-investasi dan membawa dampak positif bagi masyarakat Aceh.
Ke depan, PEMA berkomitmen untuk terus memperjuangkan investasi yang lebih besar di sektor migas dan minerba.PEMA akan berdiri di depan untuk memperkuat agenda startegis pemerintah Aceh dalam menjadikan Aceh Sebagai pusat hilirisasi migas nasional.
Dengan dukungan regulasi yang kuat serta sinergi antara pemerintah dan dunia usaha, Aceh berpotensi menjadi salah satu pusat industri energi yang berkembang pesat di Indonesia.