Yogyakarta, Jaringanberitaaceh.com – Seorang wartawan atau jurnalis menjadi garda terdepan dalam memberitakan suatu peristiwa. Dalam melakukan tugasnya, seorang wartawan harus bisa meningkatkan intelektualitas masyarakat. Menurut dosen jurnalisme dari Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Ana Nadhya Abrar mengimbau wartawan untuk senantiasa mengingat tujuan utama dari jurnalisme, yakni untuk memanusiakan manusia.
Abrar menerangkan, dalam tugas seorang wartawan, seperti mengumpulkan, mengelola informasi, serta menyampaikannya kepada masyarakat seharusnya berdasarkan tujuan untuk meningkatkan intelektualitas masyarakat.
“Oleh karena itu, kerja wartawan sebenarnya adalah kerja pikir, mereka sedikit banyaknya membawa misi intelektualitas. Kalaupun sebelumnya sewaktu mencari berita dikategorikan sebagai kerja fisik, tapi setelah itu pasti kerja pikir. Ketika mengumpulkan fakta, memilah fakta, memberikan framing, kemudian mengedit itu kerja pikir,” ungkap Abrar UGM, Sabtu (11/12/2021).
Namun hasil penelitian yang dilakukan Abrar kepada media lokal di Yogyakarta menunjukkan fakta sebaliknya. Media lokal sudah mulai tidak mengindahkan prinsip dasar tersebut.
Ia mengungkapkan nama posisi content creator tersebut hanya ada dalam perusahaan itu sendiri. Orientasi produksi seorang content creator Sebab ketika dibawa keluar perusahaan, seseorang yang bekerja sebagai content creator tersebut turut digolongkan sebagai wartawan. Content creator tersebut dilihat Abrar, sejauh ini, tidak menghasilkan berita yang bertujuan untuk meningkatkan intelektual masyarakat.
“Content creator tidak menghasilkan berita atau artikel sebagaimana mestinya. Tapi malah menghasilkan artikel-artikel tentang zodiak atau ramalan, film atau sinetron yang akan ditayangkan di televisi, dan lain sebagainya,” beber Abrar.
Tak hanya itu, berita atau artikel yang dihasilkan juga tidak mementingkan persoalan apakah berita atau artikel tersebut penting bagi masyarakat atau tidak. Tetapi, orientasi produksi artikelnya malah tergantung apakah artikel tersebut menarik atau tidak.
Hal ini terlihat pada produksi-produksi yang dilakukan para content creator tersebut lebih ditujukan untuk meningkatkan kunjungan kepada laman media tersebut. Menurutnya, dengan semakin banyak kunjungan kepada laman media, semakin banyak iklan yang dapat ditampilkan. Maka semakin banyak punya perusahaan pers mendapatkan keuntungan.
“Jadi, apapun kerja content creator itu, itu bermanfaat untuk medianya tapi tidak untuk khalayak,” imbuh Abrar.
Tanda krisis jurnalisme perusahaan pers tersebut, lanjut Abrar, juga harus mengingat diri mereka sebagai lembaga sosial, dimana bekerja untuk meningkatkan intelektualitas masyarakat . Abrar menyampaikan, ada tiga tanda terjadinya sebuah krisis jurnalisme, yakni masyarakat ragu dengan profesionalisme wartawan. Otonomi jurnalisme berkurang, dimana telah dimasuki berbagai macam kepentingan. Kredibilitas berita yang dihasilkan menurun.
Abrar menambahkan, sebenarnya juga tidak salah bagi perusahaan pers untuk mencari keuntungan.
“Justru sebuah hal yang naif pula ketika perusahaan pers untuk tidak mencari keuntungan,” tandasnya. (*)
Sumber: Kompas.com