Banda Aceh – Berkunjung ke arena Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8 di Taman Sulthanah Safiatuddin, Banda Aceh, tidak lengkap rasanya jika tak singgah di anjungan 23 kabupaten/kota yang menampilkan berbagai produk kesenian, kebudayaan, kuliner hingga artefak sejarah.
Banyak informasi yang bisa diperoleh dalam anjungan ini. Apalagi yang disuguhkan ke pengunjung adalah produk khas dari daerah masing-masing. Sehingga pengunjung bisa mengetahui bagaimana kekayaan alam, sejarah hingga budaya Aceh secara keseluruhan.
Salah satu yang layak dikunjungi adalah anjungan Kota Langsa. Di sini pengunjung bisa mempelajari sejarah panjang perjalanan Kota Langsa yang berawal dari masa Kerajaan Aceh, masa Ulee Balang, kolonial Belanda, pendudukan Jepang, hingga masa merebut kemerdekaan.
Kota persinggahan ini sangat multikultur yang tercermin pada bentuk anjungannya bergaya Eropa dengan warna dominan kuning dan biru. Sebelum masuk ke dalam, pengunjung akan disuguhkan jejeran rempah-rempah, sebagaimana tema PKA-8 kali ini yaitu ‘Rempahkan Bumi, Pulihkan Dunia’.
Berkunjung ke anjungan Langsa layaknya masuk ke museum mini. Berbagai artefak peninggalan sejarah ditampilkan dalam etalase-etalase kaca berbentuk kotak.
Ada juga benda-benda koleksi yang digunakan untuk upacara adat sampai ke peralatan rumah tangga pada masa lalu. Koleksinya pun memiliki beberapa kategori.
Seperti kategori Etnografi, yang terdiri atas peralatan rumah tangga terbuat dari tembikar logam, keramik seperti wadah tempat air, guci, tempat makanan, perhiasan, kayu, besi, tanah liat dan lainnya.
Kemudian Historika, terdiri atas koleksi senapan Aceh yang berasal dari abad ke-19 dan terbuat dari tembaga, pistol, pedang hingga senapan jaman VOC. Selain itu juga ada koleksi beberapa peninggalan Ulee Balang seperti lemari berukir, peti ukiran yang sudah berusia ratusan tahun, serta anyaman duduk dan banyak lainnya.
“Koleksi yang kita bawa ini usianya sudah ada sejak abad ke-19,” ujar Sunarti salah seorang penjaga anjungan Kota Langsa, Senin 6 November 2023.
Ada beberapa koleksi yang jadi pusat perhatian pengunjung di anjungan itu. Seperti perisai yang terbuat dari tembaga dengan motif ornamen bintang dan berbentuk bulat.
Masa lampau, perisai ini merupakan sebuah benda yang digunakan saat perang untuk melindungi diri dari serangan musuh. Koleksi ini hanya satu yang dipajang di anjungan Langsa.
Kemudian ada Kamus Aceh-Belanda yang ditulis pada Oktober tahun 1933 oleh pangeran Arya, DR. Hoesein Djajadiningrat. Kamus yang dipajang itu terdiri dari dua jilid. Kamus ini juga menyita perhatian pengunjung.
Lalu ada piring besar Enamel berbahan keramik dan memiliki corak bunga berwarna putih dengan titik-titik berwarna hitam yang menghiasi seluruh bagian piring.
Piring besar Enamel digunakan untuk meletakkan makanan. Wadah ini termasuk barang istimewa yang diimpor dari Tiongkok pada masa kerajaan Samudera Pasai.
“Koleksi piring ini memang dari masa Kerajaan Samudera Pasai,” ucap Sunarti.
Selain menampilkan koleksi peninggalan sejarah, di anjungan Langsa juga berdiri stand kuliner yang memamerkan terasi dan kecap. Terasi memang telah jadi ikon oleh-oleh khas dari Langsa, hingga daerah itu dikenal masyarakat Aceh sebagai kota terasi.