Lhoksukon, Jaringanberitaaceh.com – Akhir-akhir ini masyarakat resah dengan kenaikan bahan pangan, khususnya minyak goreng. Banyak masyarakat mengira hal ini disebabkan karena harga sawit sedang naik dan mengalami musim trek (gagal panen).
Diketahui, harga tandan buah segar (TBS) sawit sekarang mengalami kenaikan hingga Rp3.000 per kilogram. Sebulan terakhir, harganya Rp2.000 per kilogram.
Kepala Dinas Perkebunan, Peternakan, dan Kesehatan Hewan, Kabupaten Aceh Utara, Lilis Indriansyah beranggapan bisa jadi kenaikan minyak curah dan minyak kemasan berpengaruh dengan kenaikan TBS, dan pengolahan turunan dari CPO tersebut.
Alasannya, permintaan CPO mengalami kenaikan pesat secara global. Apalagi sekarang sudah ada uji coba pembuatan bio aftur yang menjadi bahan bakar pesawat.
“Bisa jadi harga minyak goreng naik karena pengaruh kenaikan harga sawit,” jelasnya, di Lhoksukon, Aceh Utara, Sabtu (13/11/2021).
Terkait trek, ia membenarkan bahwa musim trek juga berpengaruh bagi kenaikan minyak, dan diduga disebabkan permintaan meningkat, namun hasil panen berkurang.
“Kalau sedang musim trek, hasil panen berkurang, sehingga permintaan semakin tinggi. Jadi, harga dipermainkan oleh pasar. Tapi itu menguntungkan bagi petani kita, dan belum ada yang bisa mengantisipasi maupun memprediksi tentang trek,” ujar Lilis.
Di Aceh Utara, lanjutnya, perkebunan sawit sekitar 18 ribu hektar dan akan replanting sekitar delapan ribu hektar.
“Sentral kelapa sawit kita ada di Cot Girek, Kutamakmur, Simpang Keramat, Langkahan, dan sejumlah kecamatan lainnya yang rata-rata menanam sawit,” ungkapnya.
Tingginya harga TBS, diduga mengakibatkan harga Crude Palm Oil (CPO) juga semakin meningkat. Pengolahan produk pangan juga akan meningkat.
“Jadi, untuk penetapan harga itu dari provinsi. Kita selalu laksanakan rapat sebagai upaya penyetabilan harga TBS tersebut. Penentu harga dari PKS dan pasar itu sendiri. Namun kita akan tetap mengawal,” tutupnya. (M).