Banda Aceh – Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Provinsi Aceh melaksanakan Dialog Kerukunan Umat Beragama, Moderasi Beragama dan Penguatan Majelis Dai Kebangsaan. Acara bertema “Merawat Kerukunan Umat, Menguatkan Toleransi di Tengah Keberagaman” berlangsung di Hotel Sweet Seventeen, Banda Aceh, 28-30 September 2025.
Ketua panitia, H Zulfikar MAg mengatakan kegiatan ini diikuti pimpinan ormas, tokoh agama, para Kasi Bimas Islam kabupaten/kota.
Zulfikar menyebutkan kegiatan ini sebagai wadah silaturahmi antara tokoh agama dan masyarakat. Kemedian membangun hubungan baik antartokoh untuk menyelesaikan masalah umat, khususnya di Aceh.
Kegiatan ini, sebutnya, merupakan inisiatif strategis untuk meningkatkan peran dai dalam pembangunan bangsa yang harmonis dan inklusif. Juga meningkatkan literasi tokoh agama demi menjaga kerukunan dan moderasi beragama, sehingga prinsip dan hakikat moderasi beragama dapat teraktualisasi dalam masyarakat.
“Wakil Menteri Agama kemarin sudah menekankan pentingnya moderasi beragama,” ujar Zulfikar yang juga Kabid Penerangan Agama Islam Zakat Wakaf Kanwil Kemenag Aceh.
Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Aceh, H Azhari MSi berharap kegiatan ini dapat meningkatan kualitas semua peserta.
“Saya yakin semua yang hadir paham bagaimana hidup rukun. Ini yang penting ditekankan dalam internal umat Islam,” jelas Kakanwil saat membuka acara yang dihadiri Kakankemenag Kabupaten Aceh Singkil, H Azhari.
Menurutnya, dalam internal umat Islam masih ada terjadi kecoplosan dengan bahasa yang tajam ketika ceramah. Khawatirnya kalimat ini memancing disharmonisasi atau tersinggung sesama kita
“Jadi melalui dialog ini, bisa didiskusikan hal-hal penting. Terkait Islam, kalau bisa tidak saling menuding dalam perkara cabang. Karena jika saling menuding masalah cabang, nanti bisa jadi bias dan merembes ke akidah. Kita mesti hargai semua pemahaman yang ada di masyarakat dan hargai kondisi daerah,” ujar Azhari.
Para dai, katanya, biasakan bertanya terlebih dahulu keadaan kampong yang dikunjungi, supaya tetap memeraktikan seperti amalan masyarakat setempat. Apalagi saat jadi khatib atau imam.
“Jadi kita harus pahami kearifan lokal. Walau sudah jadi khatib senior. Supaya isi khutbah kita tidak memancing kerusakan bagi masyarakat setempat,” kata Kakanwil.
Mari ajak umat bersatu beribadah dalam hal yang pasti (qat’i) dan kalau persoalan cabang (furuk) tentu harus saling menghargai.
“Semoga lewat diskusi ini, ada celah yang bisa disdiskusi dan ada hal yang mestinya dihargai,” ungkap Azhari.
Terkait Majelis Dai Kebangsaan, ujar Azhari, tentu kehadiran dai sangat ditunggu masyarakat untuk memberikan pencerahan. Karena guru, penyuluh, dai adalah umat terbaik sebagaimana pesan Allah dalam Al-Quran, bahwa mereka selalu menyeru pada kebaikan dan mencegah yang mungkar.