Kapasitas dan Independensi Kepala OJK Aceh Dipertanyakan, Aktivis Minta Evaluasi

Banda Aceh, JBA – Kapasitas dan independensi Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh dipertanyakan oleh aktivis Forum Aceh. Saiful Mulki, Ketua Forum Aceh, menyoroti adanya ketidaktepatan dalam pernyataan Kepala OJK Aceh yang dimuat di beberapa media terkait aturan tata kelola perusahaan. Ia menilai pernyataan tersebut seharusnya ditelaah dengan baik sebelum disampaikan ke publik agar tidak menimbulkan kebingungan.

Saiful menjelaskan bahwa salah satu poin yang menjadi sorotan adalah Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) Pasal 105. Dalam narasi yang disampaikan Kepala OJK Aceh disebutkan bahwa dalam kondisi kekosongan jabatan direksi, Dewan Komisaris dapat mengangkat Pelaksana Tugas (Plt) Direksi hingga Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) menunjuk direksi definitif. Namun, Saiful menegaskan bahwa aturan tersebut sebenarnya tidak mengatur tentang Plt, melainkan mekanisme pemberhentian anggota direksi.

Lebih lanjut, ia menyoroti perbedaan terkait batas waktu pengangkatan Plt Direksi. Awalnya, Kepala OJK Aceh menyebut bahwa Plt hanya dapat menjabat selama 90 hari sebelum harus dilaporkan dalam RUPS. Namun, setelah muncul kritik, pernyataan itu direvisi menjadi 6 bulan. Inkonsistensi ini, menurut Saiful, semakin menimbulkan kebingungan di masyarakat.

Selain itu, Saiful juga menyoroti ketentuan UU PT yang menegaskan bahwa pemberhentian direksi harus dilakukan melalui RUPS setelah yang bersangkutan diberikan kesempatan membela diri. Jika pemberhentian dilakukan di luar RUPS, direksi yang bersangkutan tetap harus diberitahu terlebih dahulu dan diberi kesempatan menyampaikan pembelaan sebelum keputusan final diambil.

Tidak hanya itu, Saiful juga mengkritik pernyataan Kepala OJK Aceh mengenai POJK 17 Tahun 2023. Awalnya, disebutkan bahwa aturan ini berkaitan dengan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa keuangan. Namun, pernyataan tersebut kemudian dikoreksi sendiri oleh Kepala OJK Aceh, yang menyebut bahwa POJK tersebut sebenarnya mengatur penerapan tata kelola bagi bank umum.

Saiful menilai bahwa ketidaktepatan dalam menyampaikan aturan perbankan dan tata kelola perseroan ini sangat berisiko, terutama dalam situasi yang sedang berkembang di PT Bank Aceh Syariah. Ia menegaskan bahwa pernyataan yang kurang tepat dapat memicu polemik dan keresahan di masyarakat, serta menurunkan kepercayaan terhadap OJK sebagai lembaga pengawas keuangan.

Menurutnya, OJK Aceh seharusnya bersikap netral dan tidak mengeluarkan pernyataan yang berpotensi memicu kegaduhan. Klarifikasi yang diberikan pun harus jelas dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tidak menimbulkan spekulasi di tengah masyarakat.

Sebagai bentuk tanggung jawab, Saiful meminta OJK Pusat untuk mengevaluasi Kepala OJK Aceh. Ia menilai bahwa ketidakkonsistenan dalam menyampaikan regulasi menunjukkan kurangnya kapasitas dalam menjalankan tugasnya. Jika tidak segera dievaluasi, hal ini dikhawatirkan akan semakin merusak kredibilitas OJK Aceh di mata publik.

“Kami mendesak OJK Pusat untuk mengganti Kepala OJK Aceh jika terus menerus mengeluarkan pernyataan yang tidak konsisten dan menimbulkan kebingungan. OJK seharusnya menjadi lembaga yang memberikan kepastian hukum, bukan justru menambah polemik,” tegas Saiful.

BERITA MINGGUAN

TERBARU

BERITA TERHANGAT

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

BERITA TERKAIT