Banda Aceh,JBA – Muzakir Manaf dan Fathullah resmi terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh periode 2025-2030 usai memenangkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Kemenangan ini menjadi angin segar bagi masyarakat Aceh yang mendambakan keberlanjutan pembangunan berbasis perdamaian, pendidikan, dan penguatan ekonomi.
Menurut Teuku Muhammad Husni, M.Pd,, Kamis (12/12/24), dosen Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh, kepemimpinan Muzakir Manaf dan Fathullah mencerminkan harapan rakyat Aceh terhadap keberlanjutan proses rekonsiliasi pasca-konflik. “Pemimpin yang memahami sejarah dan kebutuhan Aceh memiliki peluang besar untuk membawa perubahan nyata. Tugas mereka kini adalah memastikan pembangunan yang berkeadilan dan berpihak pada masyarakat,” ujar Husni.
Menyongsong Kemajuan Pasca-Konflik
Muzakir Manaf dan Fathullah dinilai memiliki kapasitas untuk menghadapi tantangan yang dihadapi Aceh saat ini. Muzakir Manaf, yang berperan penting dalam proses perdamaian, diharapkan dapat mengokohkan stabilitas politik dan sosial. Sementara Fathullah, dengan pengalaman teknokratiknya, dianggap mampu membawa pendekatan strategis dalam mempercepat pembangunan yang inovatif dan inklusif.
Husni menambahkan, kepemimpinan berbasis nilai-nilai lokal menjadi salah satu kunci keberhasilan. “Aceh memiliki keunikan adat dan budaya yang perlu dijadikan landasan kebijakan. Kolaborasi antara kearifan lokal dan inovasi modern dapat menjadi solusi strategis untuk menjawab kebutuhan masyarakat,” paparnya.
Optimisme dan Tantangan
Kemenangan Muzakir Manaf dan Fathullah disambut antusias oleh masyarakat Aceh. Yusdi, seorang tokoh masyarakat di Banda Aceh, mengungkapkan harapannya. “Kami percaya kepemimpinan mereka dapat menghadirkan solusi nyata bagi Aceh. Pendidikan, ekonomi, dan perdamaian harus menjadi fokus utama agar pembangunan berjalan merata,” ujarnya penuh optimisme.
Menurut Husni, keberhasilan pasangan ini juga bergantung pada kemampuan mereka membangun komunikasi yang efektif antara pemerintah dan masyarakat. “Keberlanjutan pembangunan Aceh memerlukan transparansi, akuntabilitas, dan kolaborasi erat antara semua elemen,” jelas Alumni Jeumala A’Mal itu.
Menuju Aceh yang Lebih Sejahtera
Periode 2025-2030 menjadi momentum penting bagi Muzakir Manaf dan Fathullah untuk mewujudkan visi mereka. Sinergi antara kebijakan yang berlandaskan adat dan kebutuhan modern memberikan peluang besar bagi Aceh untuk menjadi provinsi yang lebih damai, maju, dan kompetitif.
Kemenangan ini bukan sekadar capaian politik, tetapi amanah besar yang menuntut dedikasi dan kerja nyata. “Aceh membutuhkan pemimpin yang tidak hanya memahami tantangan, tetapi juga mampu menjadi agen perubahan demi masa depan yang lebih baik,” tutup Dosen Muda yang Juga Anggota Jeumala Center tersebut.(*)