IAN dan FISIP UIN Ar Raniry Kerja Sama dengan Politeknik STIA LAN Bandung

Banda Aceh, JBA – Direktur Politeknik STIA LAN Bandung dan Ketua DPD IAPA Jawa Barat, Dr. Muhammad Nur Afandi, S.Pd. M.T menandatangi perjanjian kerja sama dengan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan UIN Ar Raniry, Dr. Muji Mulia, M.Ag dan Ketua Prodi Ilmu Administrasi Negara UIN Ar Raniry, Muazzinah, MPA berlangsung di Teater FISIP, Banda Aceh, 17 November 2025.

Selain kerja sama, dilanjutkan dengan Kuliah Umum dengan tema ‘Menyiapkan Analis Kebijakan dan Perencana Unggul untuk Indonesia Emas.

Pemateri, Wakil Direktur Politeknik STIA LAN Bandung, Dr. Nita Nurliawati, S.Sos., M.Si mengatakan analis kebijakan adalah arsitek masa depan Indonesia emas. Analis kebijakan merupakan profesi strategis berjihad menjaga rasionalitas di tengah tekanan politik serta memastikan setiap keputusan publik berdasar data, dan menegakkan prinsip value for money serta public accountability.

Ia menyebutkan tugas analis kebijakan membumikan kebijakan dengan membangun narasi kebijakan yang kuat, rasional dan berbasis data lapangan. Juga memastikan setiap keputusan publik dipahami, diterima, dan dijalankan.

“Meyakinkan para pengambil keputusan/kebijakan untuk mengambil opsi
terbaik dari hasil analisis yang dilakukan secara sistematis, rasional, yang memberi dukungan pada aspek kesejahteraan rakyat,” jelas Nita.

Nita menegaskan juru bicara rasionalitas di tengah keputusan politik. Profesi yang sangat strategis, penuh tanggung jawab, sekaligus memberi
kesempatan menjadi agen perubahan. Arsitek yang mengubah data menjadi keputusan nyata, dokumen menjadi solusi, dan rencana menjadi kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, kata Nita, setiap kebijakan harus dapat dijelaskan datanya, diuji
logikanya dan diukur dampaknya. Kebijakan jangan sampai menjadi sumber masalah. Kebijakan harus menjadi sumber solusi, inovasi, dan keadilan. Karena fenomena masalah kebijakan juga terjadi saat ini yaitu proses penyusunan kebijakan masih sering terkesan eksklusif. Hanya melibatkan lingkaran terbatas, tanpa membuka ruang dialog dan partisipasi
yang cukup bagi publik.

“Kebijakan tidak boleh hanya lahir dari meja birokrasi, namun harus dari pemahaman mendalam atas aspirasi dan kebutuhan nyata masyarakat,” tutur Nita.

Menurutnya, analisis berbasis data saja tidak cukup. Perlu diimbangi dengan sensitivitas sosial dan keterbukaan. Fenomena hiper-regulasi di Indonesia lebih dari 85.000 regulasi dengan
tambahan sekitar 3.000 aturan baru setiap tahun. Implikasinya ketidakpastian hukum, birokrasi berlapis, dan menyulitkan bagi
dunia usaha.

Dekan FISIP UIN Ar Raniry mengapresiasi acara ini karena wujud hadirnya IAN UIN Ar Raniry dalam menyiapkan analis kebijakan untuk masa depan.

BERITA MINGGUAN

TERBARU

BERITA TERHANGAT

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

BERITA TERKAIT