Oleh: Dr. Muhammad Syarif, S.Pd.I, MA (Ketua Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Agama Islam, Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh)
Mentari senja Banda Aceh, melukiskan langit dengan warna-warna dramatis, seakan menjadi latar panggung bagi sebuah kisah inspiratif yang baru saja mencapai klimaksnya. Di kota yang bermandikan cahaya keemasan itu, Nur Hesti, seorang putri Subulussalam yang anggun dan teguh, telah berhasil mengukir prestasi gemilang. Beranjak dari sebuah kota kecil di pedalaman Aceh, ia telah menjelajahi dunia digital, menganalisis strategi komunikasi Ustaz Das’ad Latif. Akhirnya meraih puncak kesuksesan akademisnya.
Perjalanan panjangnya, dimulai pada 2021, sebuah simfoni kegigihan, ketekunan, dan kecerdasan yang diiringi doa restu nan kasih sayang seorang ibu. Perjalanan Nur Hesti menuju Banda Aceh bukan sekadar perpindahan geografis. Ia adalah sebuah metamorfosis diri. Gadis kulit putih ini rela meninggalkan kenyamanan Subulussalam, beranjak menuju tantangan dan gemerlap ibu kota provinsi.
Di sana, ia menghadapi perkuliahan yang menuntut pemahaman mendalam, tugas-tugas yang menumpuk bagai ombak Samudera Hindia yang tak pernah berhenti, dan ujian-ujian yang menguji kesabarannya hingga ke titik terdalam. Ada kalanya ia merasa lelah, ingin menyerah, ingin kembali ke pelukan hangat keluarga di Subulussalam. Namun, mimpi yang berkobar dalam dadanya, dipanasi oleh doa dan restu orang tua, memberinya kekuatan positif demi terus melangkah maju.
Perempuan yang telah lama ditanggalkan pergi ayahnya ini selalu mengingat pesan ibunya, yang selalu mendoakan kesuksesannya. Ia memilih menekuni dunia digital, menganalisis strategi komunikasi Ustad Das’ad Latif melalui akun Instagram-nya. Topik ini, bukan hanya menarik minatnya, tetapi juga menuntutnya untuk memiliki ketajaman analisis yang luar biasa dan kemampuan berpikir kritis yang mumpuni.
Berbulan-bulan lamanya, ia menyelami lautan data di akun instagram tersebut. Ia mengamati setiap unggahan, video, dan story, mencatat setiap detail, dan menganalisis setiap interaksi dengan pengikut. Ia bagaikan seorang arkeolog digital, mengungkap rahasia di balik kesuksesan Ustaz Das’ad Latif dalam menyampaikan pesan dakwah melalui media sosialMalam-malam ia habiskan untuk mengolah data, dan menyusun analisisnya dengan ketelitian seorang ahli bedah. Keringat dan air mata bercampur aduk dalam proses tersebut, namun ia tetap teguh pada tekadnya.
Sabtu, 19 April 2025, hari penentuan nasibnya tiba. Di ruang sidang yang khidmat, Nur Hesti berdiri tegak, menunjukkan kepercayaan diri yang terpancar dari sorot matanya. Ia mempresentasikan hasil penelitiannya dengan lugas dan meyakinkan. Paparannya yang sistematis, argumentasi yang kuat, dan analisis tajam memukau para penguji yang diketuai Dr. Muhammad Syarif, S.Pd.I, MA, Wahyu Rezeki, S.Sos.I, M.I.Kom sebagai Penguji I, Dr. Wahyu Khafidah, S.Pd.I, MA sebagai Penguji II dan Nurhayati, S.Pd.I, MA sebagai Sekretaris Sidang.
Pertanyaan-pertanyaan kritis dilontarkan penguji dapat dijawab dengan cerdas dan lugas, menunjukkan sosok gadis berjiwa pejuang ini amat menguasai materi secara mendalam. Suasana tegang menyelimuti ruangan. Semua mata tertuju pada Ibu Nurhayati, yang akan membacakan putusan.
Saat kata-kata “Nilai Sangat Memuaskan (A)” terucap, air mata Nur Hesti berlinang, membasahi pipi lembutnya. Bukan air mata keputusasaan, melainkan luapan kebahagiaan dan syukur yang tak terkira. Ia tak menyangka akan mendapatkan nilai setinggi itu. Semua jerih payah dan pengorbanan selama empat tahun telah membuahkan hasil yang tak mengecewakan.
Senyum lega dan haru terpancar dari wajahnya, mencerminkan kebahagiaan yang begitu dalam. Kebahagiaan itu berlanjut. Setelah sidang, di hadapan dewan penguji dan teman-temannya, Nur Hesti menyanyikan lagu “Keramat” karya Rhoma Irama.
“Hai manusia, hormati ibumu
Yang melahirkan dan membesarkanmu
Darah dagingmu dari air susunya
Jiwa ragamu dari kasih-sayangnya.”
“Dialah manusia satu-satunya
Yang menyayangimu tanpa ada batasnya
Doa ibumu dikabulkan Tuhan
Dan kutukannya jadi kenyataan.”
Suaranya yang merdu mengalun, mengungkapkan rasa syukur dan cinta yang mendalam kepada ibundanya. Lirik lagu tersebut menjadi pengiring perjalanan panjangnya, mengingatkan besarnya pengorbanan dan kasih sayang tanpa batas dari sang ibu. Tetesan air mata kembali membasahi pipinya, bukan hanya karena kebahagiaan meraih prestasi, tetapi juga karena rasa syukur dan cinta yang mendalam kepada ibundanya.
Ia menyadari, di balik kesuksesannya, terdapat doa dan restu seorang ibu yang selalu menyertainya. Prestasi ini bukan hanya miliknya, tetapi juga milik ibunya, yang telah mencurahkan seluruh kasih sayangnya gadis semata wayang. Lagu “Keramat” menjadi simbol rasa syukur dan penghormatan kepada sang ibu yang telah menjadi sumber kekuatan dan inspirasi baginya.
Kisah Nur Hesti merupakan sebuah inspirasi bagi generasi muda Aceh. Ia telah membuktikan bahwa dengan tekad kuat, kerja keras yang gigih, dan kecerdasan yang tajam, seorang putri dari daerah terpencil pun mampu meraih prestasi gemilang serta mengharumkan nama daerahnya. Ia telah mengaitkan bintang di langit digital dakwah Ustaz Das’ad Latif, dan menginspirasi banyak orang untuk berani bermimpi dan mengejar cita-cita setinggi langit.
Selamat, Nur Hesti! Kisahmu akan selalu menjadi legenda yang menginspirasi.