Surat Terbuka Santri Kepada Abati Tercinta: Kami Sayang Abati, Pulanglah..!

jaringanberitaaceh.com- Kepada abati yang kami muliakan, kami menulis surat ini dengan rasa hormat dan penuh kasih sayang sebagai santri yang telah lama Abati bimbing dalam nilai-nilai ilmu, akhlak, dan agama. Kami hanya ingin menyampaikan apa yang ada di hati kami dengan harapan Abati dapat memahami kekhawatiran kami. Abati, perjalanan Abati di dunia politik yang sedang berlangsung sekarang ini, kami pandang penuh rasa hormat. Kami tahu bahwa politik memang penting, bahkan dibutuhkan, apalagi untuk memperjuangkan hak-hak umat dan kepentingan masyarakat luas. Tetapi, politik juga membutuhkan bekal yang kuat, bukan hanya dari segi niat baik dan ilmu agama, tetapi juga keahlian khusus yang mendalam dalam fiqh siyasah, agar dapat memberikan manfaat yang nyata.

Abati yang kami cintai, kami menyaksikan dengan bangga ketika Abati menyampaikan visi dan misi di Kota Jantho dan mengikuti debat di Hotel The Pade. Kami tahu Abati telah berusaha keras untuk menyampaikan pandangan dan gagasan terbaik, namun semacam “tersabaq lisan” Hingga jadi Bulian nitizen Aceh Rayeuk bahkan Aceh.

Namun, kami pun tidak dapat mengabaikan kenyataan bahwa dunia politik memiliki tantangan yang tidak ringan. Kami khawatir, Abati, karena kami merasa mungkin ini belum waktunya bagi Abati untuk terjun ke dunia ini. Bukan karena kami meragukan kapasitas Abati, tetapi kami menyadari bahwa dunia politik menuntut kemampuan teknis dan taktis yang sangat berbeda.

Abati, kami santri Aceh Besar mencintai Abati. Kami merindukan Abati yang penuh hikmah dan ilmu di tengah-tengah kami. Kami sadar bahwa belajar politik dan fiqh siyasah adalah sebuah proses yang panjang. Mungkin di masa mendatang, jika Abati mendapat izin dan dukungan dari para guru serta ahli, kami akan berdiri mendukung Abati sepenuhnya. Tapi kali ini, dengan penuh kasih sayang, kami berharap Abati mempertimbangkan untuk kembali kepada kami dan menyerahkan urusan politik ini kepada Allah yang Maha Membolak-balikkan hati manusia. Firman Allah dalam Al-Qur’an pun mengingatkan kita:

… “Katakanlah, wahai Tuhan yang memiliki kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari siapa yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkau hinakan siapa yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mu-lah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS Ali Imran: 26).

Kami juga teringat hadits yang Abati ajarkan kepada kami:

… “Jika amanah telah disia-siakan, maka tunggulah datangnya kiamat.” Seorang sahabat bertanya, “Bagaimana amanah itu disia-siakan, ya Rasulullah?” Beliau bersabda, “Jika suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah datangnya kiamat.” (HR. Al-Bukhari).

Makna hadits ini sangat jelas, Abati, yaitu ketika peran-peran penting diserahkan pada sosok yang belum memiliki kompetensi dan keahlian khusus, maka yang ditakutkan adalah munculnya kerusakan dan kehancuran. Bukan hanya bagi pemimpin itu sendiri, tetapi juga bagi orang-orang yang dipimpinnya. Kami tahu Abati memahami ini, namun kami ingin mengingatkan Abati agar mempertimbangkan hadits ini dalam memutuskan langkah ke depan.

Kami khawatir Abati akan menghadapi kesulitan yang begitu berat di dunia politik. Amanah ini terlalu besar, Abati. Kami telah melihat bagaimana beratnya beban amanah yang dipikul oleh ulama lain yang terjun ke politik. Kaum dayah dan ulama seringkali terpinggirkan dalam politik praktis, dan banyak dari mereka yang akhirnya kehilangan suara yang independen. Kami tidak ingin Abati mengalami hal yang sama.

Abati yang kami hormati, pepatah lama yang berbunyi, “Setiap masa ada orangnya, dan setiap orang ada masanya,” mengajarkan bahwa setiap orang memiliki peran dan waktunya sendiri dalam hidup ini. Tidak ada yang abadi di dunia ini, kecuali perubahan itu sendiri. Mungkin sekarang bukan saat yang tepat bagi Abati untuk terjun ke dunia politik, dan itu bukan berarti Abati gagal. Justru, dengan tetap berada di tengah-tengah kami, Abati tetap bisa menjadi sumber inspirasi, guru, dan panutan yang akan kami hormati seumur hidup.

Abati, izinkan kami kembali belajar dari Abati, mendalami ilmu agama, dan memahami kehidupan dengan cahaya hikmah yang Abati pancarkan. Kami butuh bimbingan dan nasihat Abati setiap saat. Kami ingin tumbuh bersama di bawah naungan Abati, bukan hanya sebagai murid, tetapi juga sebagai generasi yang akan terus melanjutkan perjuangan Abati dalam menyebarkan ilmu dan akhlak mulia.

Kami tahu Abati memiliki niat yang tulus dalam setiap langkah yang Abati ambil, dan kami mendoakan agar Allah selalu memberikan yang terbaik. Namun, kami merasa lebih tenang jika Abati mempertimbangkan kembali langkah ini, agar kami tidak kehilangan guru kami yang begitu kami hormati. Kembalilah kepada kami, Abati. Mari kita bersama-sama berjuang dalam jalur yang sudah Abati tempuh selama ini, jalur ilmu dan pengabdian yang murni.

Apapun keputusan yang Abati ambil, kami akan selalu mendukung dan mendoakan yang terbaik. Namun, pesan kami ini bukan hanya sebagai santri yang mencintai gurunya, tetapi juga sebagai bentuk kasih sayang yang tulus agar Abati tetap berada dalam jalur yang telah menjadi kekuatan Abati selama ini.

Akhir kata, Abati, kami menulis surat ini bukan untuk menentang, melainkan untuk menunjukkan kasih sayang kami. Kami tidak ingin Abati lelah dalam beban politik yang begitu besar. Kami ingin Abati terus menjadi cahaya di hati kami, menerangi jalan kami dengan ilmu dan keteladanan.

Dengan penuh rasa hormat dan kasih sayang, kami para santri Aceh Rayeuk dengan penuh pertimbangan dan hasil istikharah, kami lebih mendukung Abati sebagai guru umat, tidak mendukung untuk hal lainnya.

BERITA MINGGUAN

TERBARU

BERITA TERHANGAT

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

BERITA TERKAIT