Film ”Tameung Hate” Hasil PKM Dosen USM Tayang Perdana pada Seminar Nasional

Banda Aceh – Peserta seminar nasional “Pengasuhan Berbasis Fitrah” dari berbagai provinsi menyaksikan penayangan perdana film “Tameung Hate” sebagai produk hibah pengabdian kemitraan masyarakat (PKM) pendanaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (DRTPM) tahun anggaran 2024.

Produksi film ini dipimpin Fadhillah, Putry Julia, dosen PGSD dan mahasiswa PGSD Universitas Negeri Mekkah (USM). Kesempurnaan film juga karena kolaborasi dengan dosen Antropologi Univeristas Malikussaleh Mujiburrahman, M.Hum serta guru Sekolah Alam Islamic Orbit School Aceh Besar.

Fadhillah mengatakan penayangan film bersamaan dengan seminar nasional yang menghadirkan dua narasumber, Drs Adriano Rusfi, M. Psi dan Safithrie Sutrisno, S. Psi.

“Keduanya merupakan pakar dalam pengasuhan berbasis fitrah,” jelas Fadhillah, di Ruang Mini Teater Gedung B Puslatbang Khan LAN RI Aceh, Sabtu, 21 September 2024.

Fadhillah menegaskan kolaborasi kegiatan seminar nasional dan launching film pendek “Tameung Hate” bertujuan memberikan edukasi tentang pola pengasuhan yang tepat dan dapat dilakukan melalui sinergitas sekolah serta orang tua sebagai upaya dalam pencegahan perundungan yang semakin meningkat di Aceh.

Selain itu, Fadhillah mengatakan film ini berdurasi 20 menit. Menyuguhkan kisah anak bermana Dek Cut Aisyah, yang masih duduk di bangku SD mengalami perundungan hingga berdampak pada kondisi kesehatan mental Dek Cut.

Sementara ayahnya sakit-sakitan hingga meninggal dunia. Ibunya mengalami depresi dan terpaksa dirawat di rumah sakit jiwa. Abang Umar yang diperankan oleh Muhammad mahasiswa PGSD harus bekerja sebagai kuli bangunan, terpaksa harus meninggalkan Dek Cut hidup seorang diri dan menjadi penyebab perundungan dilakukan oleh teman sekolah Dek Cut, yang diperankan oleh siswa SD Negeri Limpok.

Namun, setelah ia mendapatkan dukungan psikologis dari guru Khadijah yang diperankan oleh guru sekolah alam IOS, melalui regulasi emosi terhadap korban dan penerapan disiplin positif terhadap pelaku perundungan, serta pendekatan nilai-nilai budaya Aceh yang ditampilkan, relegiusitas dan pendekatan pada Allah, peusijuk, peran perangkat gampong dan tokoh agama, tradisi berziarah ke makam orang tua dan hormat pada Ibu dapat menjadi “tameung hate“ atau pelindung hati yang membantu menyembuhkan dan memberdayakan individu yang mengalami perundungan.

Kedua narasumber sepakat menyampaikan bahwa program pencegahan terjadinya perundungan seharusnya bisa menjadi prioritas, karena jika sudah terjadi maka akan membutuhkan waktu lama untuk menyembuhkan dan memutuskan mata rantai masalah. Pencegahan dapat dilakukan melalui berbagai upaya preventif yang dilakukan oleh semua pihak, khususnya membangun kesadaran orang tua bahwa tanggungjawab pendidikan, termasuk pendidikan adab dan akhlak itu sejatinya dimulai dari rumah. Orang tua membutuhkan kolaborasi dari trinitas pendidikan orang tua, sekolah, dan masyarakat dalam mewujudkan pendidikan berbasis fitrah anak.

BERITA MINGGUAN

TERBARU

BERITA TERHANGAT

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

BERITA TERKAIT