JAKARTA – Bank Dunia menyarankan agar Pemerintah Indonesia mengurangi subsidi bahan bakar seperti BBM dan LPG 3 kg dan menggantinya dengan transfer langsung, seperti bantuan langsung tunai (BLT).
Bank Dunia mengklaim, Indonesia telah mengalokasikan anggaran ratusan triliun rupiah untuk memberikan subsidi BBM jenis Pertalite, Solar, dan minyak tanah.
Bank Dunia mengklaim, Indonesia telah mengalokasikan anggaran ratusan triliun rupiah untuk memberikan subsidi BBM jenis Pertalite, Solar, dan minyak tanah.
“Rekomendasi kami untuk mengurangi subsidi bahan bakar dan mendorong investasi energi terbarukan, akan mengurangi paparan terhadap volatilitas harga bahan bakar fosil dan juga membantu negara-negara di kawasan memenuhi komitmen yang telah mereka buat untuk mengurangi emisi,” kata Kepala Bank Dunia untuk regional Asia Timur dan Pasifik Aaditya Mattoo dalam media briefing, kemarin.
Bank Dunia menyebut negara yang memberikan subsidi energi bukan hanya Indonesia.
Subsidi dinilai menimbulkan distorsi terhadap pilihan kebijakan dan membuat harga menjadi tidak jelas.
“Mereka tidak hanya memberikan dukungan kepada orang miskin yang membutuhkan tetapi juga kepada orang kaya dan mereka menarik sumber daya dari pengeluaran di bidang lain,” kata Aaditya.
Di Indonesia, Bank Dunia menyebut, pengalihan subsidi BBM menjadi bantuan tunai kepada masyarakat bisa menghemat anggaran 0,6 persen dari Produk Domestik bruto (PDB).
“Jika semua uang yang dihabiskan untuk susbdi BBM malah dihabsikan untuk transfer tunai, anda mendapatkan pengurangan (kemiskinan) yang jauh lebih besar, dan itu karena transfer tunai bisa menyasar masyarkaat miskin, itulah mengapa mereka jauh lebih efektif,” kata Aaditya.
Di Thailand, pemberian subsidi maupun pemberian bantuan langsung tunai sama-sama bisa membantu menekan angka kemiskinan.
Namun, pemberian subsidi barang lebih boros biaya, bahkan butuh anggaran lima kali lebih banyak daripada memberi bantuan tunai.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, alokasi subsidi dan kompensasi untuk BBM tahun ini mencapai Rp 267,1 triliun dengan asumsi minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar US$ 100 per barel.
Alokasi subsidi semula tidak mencapai Rp 50 triliun dengan asumsi US$ 63 per barel. Namun kenaikan harga minyak dunia membuat alokasi meningkat.