Banda Aceh, Jaringanberitaaceh.com – Puluhan aktifis Aliansi Pemuda Aceh Menggugat (APAM) melakukan unjuk rasa di kantor DPRA, sejak 09.30 WIB hingga pukul 11.00 WIB.
Ayah Pulo selaku penanggungjawab meminta DPRA menyampaikan kritikan pendemo kepada Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe, soal ada pihak yang intervensi di kalangan istana .
Ayah Pulo menyampaikan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh merupakan hasil dari MoU Helsinki yang memuat kesepatakan perdamaian antara Aceh dengan Pemerintah Republik Indonesia. Kesepakatan itu menjadikan Aceh sebagai daerah istimewa.
Lembaga Wali Nangroe yang dipimpin oleh Teungku Malik Mahmud merupakan hasil dari keistimewaan Aceh. Posisi lembaga kehormatan adat menjadikan lembaga wali nanggroe memiliki peran yang sangat kuat dalam proses pembangunan politik di Aceh. Meskipun fungsi sebagai lembaga formal adat, tetapi dari posisi adat inilah lembaga wali nangroe dapat berperan penting dalam proses pembangunan politik di Aceh.
Peran Wali Nanggroe Tengku Malik Mahmud dalam proses pembangunan politik di Aceh, terutama dalam konteks demokratisasi dan pembangunan pasca perdamaian di Aceh.
“Hari ini, rakyat Aceh harus keluar dari diskursus Wali Nanggroe atau cara berpikir setuju versus tidak setuju. Melainkan, diskursus Wali Nanggroe harus diarahkan kepada subtansi kemaslahatan dan kesejahteraan secara komprehensif. Dalam artian, apa dan bagaimana pola kerja wali wanggroe yang harus didiskusikan untuk kemaslahatan dan kesejahteraan semua etnik Aceh masa depan,” jelasnya.
Intinya, sebut Heri yang kuga koordinator lapangan, jangan sampai dimamfaatkan oleh oknum tertentu yang mampu mengintervensi dalam kelembagaan tersebut. Maka kelembagaan tersebut harus menjadi milik sekelompok masyarakat.
“Sebaliknya, milik kita, semua strata masyarakat Aceh,” tegas Heri.
Sekali lagi, di sinilah butuh pendamping Wali Nanggroe, termasuk Khatibul Wali, staf khusus juga tenaga ahli, yang paham dan mengerti tentang karakteristik rakyat Aceh, yang memang sangat egaliter. Sehingga, mampu menepis berbagai “provokasi” dan juga harus saling terbuka dengan segala kalangan masyarakat.
Maka tuntutan yang kami sampaikan adalah;
1. Meminta kepada Wali Nenggroe mencopot pembisik yang selama ini mengintervensi kelembagaan tersebut
2. Meminta kepada Paduka yang Mulia Malik Mahmud Al-Haytar lebih mendengarkan keputusan musyawarah bersama Majelis Tuha Peut di kelembagaan Wali Nanggroe
3. Meminta kepada semua stekholder mari mengawal kekhususan Aceh bersama-sama demi rakyat Aceh tercinta.